Monday, January 24, 2011

psikologi humanistik

Humanistik

. Definisi
Psikologi humanistik atau disebut juga dengan nama psikologi kemanusiaan adalah suatu pendekatan yang multifaset terhadap pengalaman dan tingkah laku manusia, yang memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri manusia. Bagi sejumlah ahli psikologi humanistik ia adalah alternatif, sedangkan bagi sejumlah ahli psikologi humanistik yang lainnya merupakan pelengkap bagi penekanan tradisional behaviorisme dan psikoanalis (Misiak dan Sexton, 2005). Situs www.geocities.com/masterptvpsikologi menyebutkan bahwa psikologi humanistik berdasarkan kepada keyakinan bahwa nilai-nilai etika merupakan daya psikologi yang kuat dan ia merupakan penentu asas kelakuan manusia. Keyakinan ini membawa kepada usaha meningkatkan kualitas manusia seperti pilihan, kreativitas, interaksi fisik, mental dan jiwa, dan keperluan untuk menjadi lebih bebas. Situs yang sama menyebutkan bahwa psikologi humanistik juga didefinisikan sebagai sebuah sistem pemikiran yang berdasarkan kepada berbagai nilai, sifat, dan tindak tanduk yang dipercayai terbaik bagi manusia.
Psikologi humanistik dapat dimengerti dari tiga ciri utama, yaitu, psikologi humanistik menawarkan satu nilai yang baru sebagai pendekatan untuk memahami sifat dan keadaan manusia. Kedua, ia menawarkan pengetahuan yang luas akan kaedah penyelidikan dalam bidang tingkah laku manusia. Ketiga, ia menawarkan metode yang lebih luas akan kaedah-kaedah yang lebih efektif dalam pelaksanaan psikoterapi. Pokok persoalan dari psikologi humanistik adalah pengalaman subjektif manusia, keunikannya yang membedakan dari hewan-hewan, sedangkan area-area minat dan penelitian yang utama dari psikologi humanistik adalah kepribadian yang normal dan sehat, motivasi, kreativitas, kemungkinan-kemungkinan manusia untuk tumbuh dan bagaimana bisa mencapainya, serta nilai-nilai manusia Dalam metode-metode studinya, psikologi humanistik menggunakan berbagai metode mencakup wawancara, sejarah hidup, sastra, dan produk-produk kreatif lainnya. (Misiak dan Sexton, 2005).

II. Ciri-ciri dan Tujuan Psikologi Humanistik
Sebagai suatu paradigma, psikologi humanistik mempunyai ciri-ciri tertentu. Empat ciri psikologi yang berorientasi humanistik sebagai berikut : (Misiak dan Sexton, 2005)
Memusatkan perhatian pada person yang mengalami dan karenanya berfokus pada pengalaman sebagai fenomena dalam mempelajari manusia
Menekankan pada kualitas-kualitas yang khas manusia, seperti memilih, kreativitas, menilai, dan realisasi diri, sebagai lawan dari pemikiran tentang manusia yang mekanistik dan reduksionistik
Menyandarkan diri pada kebermaknaan dalam memilih masalah-masalah yang akan dipelajari dan prosedur-prosedur penelitian yang akan digunakan serta menentang penekanan yang berlebihan pada objektivitas yang mengorbankan signifikansi.
Memberikan perhatian penuh dan meletakkan nilai yang tinggi pada kemuliaan dan martabat manusia serta tertarik pada perkembangan potensi yang inheren pada setiap individu. Memang individu sebagaimana dia menemukan dirinya sendiri serta dalam hubungannya dengan individu-individu lain dan dengan kelompok-kelompok sosial.
Sedangkan Charlotte Buhler—pemimpin internasional dan juru bicara senior psikologi humanistik—menekankan ciri-ciri psikologi humanistik berikut ini sebagai hal-hal yang mendasar, yaitu: (dalam Misiak dan Sexton, 2005)
Mencoba menemukan jalan masuk ke arah studi dan pemahaman individu sebagai keseluruhan.
Berhubungan erat dengan eksistensialisme yang menjadi landasan filosofisnya dan terutama dengan pengalaman intensionalitas sebagai ”inti diri dan motivasi individu”.
Konsep tentang manusia yang paling sentral adalah kreativitas.

III. Konseling dan Terapi
Psikologi humanistik meliputi beberapa pendekatan untuk konseling dan psikoterapi. Pada pendekatan-pendekatan awal ditemukan teori perkembangan dari Abraham Maslow, yang menekankan pada hirarki kebutuhan dan motivasi, psikologi eksistensial dari Rollo May yang mempelajari pilihan-pilihan manusia dan aspek tragis dari keksistensian manusia, dan terapi person-centered atau client-centered dari Carl Rogers, yang memusatkan seputar kemampuan klien untuk mengarahkan diri sendiri (self-direction) dan memahami perkembangan diri sendiri. Pendekatan-pendekatan lain dalam konseling dan terapi psikologi humanistik adalah Gestalt therapy, humanistic psychotherapy, depth therapy, holistic health, encounter groups, sensitivity training, marital and family therapies, body work, dan the existential psychotherapy dari Medard Boss. Teori humanisitk juga mempunyai pengaruh besar pada bentuk lain dari terapi yang populer, seperti Harvey Jackins' Re-evaluation Counselling dan studi dari Carl Rogers. Seperti yang disebutkan oleh Clay (dalam, http://en.wikipedia.org/wiki/Humanistic_psychology) psikologi humanistik cenderung untuk melihat melebihi model medikal dari psikologi dengan tujuan membuka pandangan non-patologis dari seseorang. Kunci dari pendekatan ini adalah pertemuan antara terapis dan klien dan adanya kemungkinan untuk berdialog. Hal ini seringkali berimplikasi terapis menyingkirkan aspek patologis dan lebih menekankan pada aspek sehat dari seseorang. Tujuan dari kebanyakan terapi humanistik adalah untuk membantu klien mendekati perasaan yang lebih kuat dan lebih sehat terhadap diri sendiri, yang biasa disebut self-actualization (Aanstoos, Serlin & Greening, 2000; Clay, dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Humanistic_psychology). Semua ini adalah bagian dari motivasi psikolgi humanistik untuk menjadi ilmu dari pengalaman manusia, yang memfokuskan pada pengalaman hidup nyata dari seseorang (Aanstoos, Serlin & Greening, dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Humanistic_psychology).

IV. Evaluasi Psikologi Humanistik
Psikologi Humanistik, sebagai kekuatan ketiga dalam psikologi, telah diberi berbagai keterangan baik, seperti gerakan yang kuat dan bersemangat, suatu gelombang masa depan, dan lain sebagainya. Walaupun demikian, layaknya kedua aliran lain dalam psikologi yaitu behaviorisme dan psikoanalisis, psikologi humanistik pun tidak lepas dari kritkan dan evaluasi. Beberapa diantaranya adalah :
Misiak dan Sexton (2005) menyebutkan bahwa sejumlah kritikus memandang psikologi humanistik sebagai mode, slogan, atau teriakan bersama, ketimbang suatu kekuatan yang nyata. Mereka juga berpendapat bahwa psikologi humanistik adalah suatu gerakan “ngawur” yang lemah karena tersusun dari jalinan yang terlalu banyak, terlalu berjauhan dan kadang-kaang berlawanan, sehingga tidak sanggup menghasilkan tindakan bersama dan pengaruh yang lama.

Sejumlah kritikus lain juga mempesoalkan masalah metodologi yang digunakan oleh psikologi humanistik. Mereka tidak yakin jika psikologi humanistik memiliki metodologi-perangkat, teknik-teknik, dan prosedur-prosedur yang memadai untuk menyelidiki masalah-masalah yang seharusnya diselidiki di atas basis empiris.

Kritikan mengenai psikologi humanistik juga datang dari Isaac Prilleltensky pada tahun 1992, yang berpendapat bahwa psikologi humanistik- dengan kurang hati-hati- mengafirmasi status quo dari sosial dan politik, dan sebab itu telah tetap diam terhadap perubahan sosial. Lebih jauh, dalam review yang dilakukan Seligman & Csiksezentmihalyi (dalam www.wikipedia.org/wiki/Humanistic_psychology) pada pendekatan lain dari psikologi positif, mencatat bahwa perwujudan awal dari psikologi humanistik kekurangan penekanan pada dari dasar empirik, dan beberapa arahan telah mendorong self-centeredness. Walaupun demikian, menurut pemikir humanistik, psikologi humanistik jangan dipahami mempromosikan ide seperti narsisisme, egosime, atau selfishness (Bohart & Greening, 2001, dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Humanistic_psychology). Asosiasi humanisitk optimis bahwa pandangan dunia telah salah mengerti mengenai teori humanistik. Dalam respon mereka terhadap Seligman & Csikszentmihalyi, Bohart & Greening (dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Humanistic_psychology) mencatat bahwa seiring dengan self-actualization dan individual fulfillment, psikologi humanistik juga telah mempublikasikan karya ilmiah mengenai isu dan topik sosial, seperti promosi perdamaian internasional, kesadaran akan holocaust, pengurangan kekerasan, dan promosi akan kesejahteraan sosial dan keadailan untuk semua.

Psikologi humanistik juga dikritik karena teori-teorinya dianggap mustahil untuk disalahkan atau disangkal (Popper, 1969, dalam dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Humanistic_psychology) dan kekurangan nilai prediktif, dan oleh karena itu tidak bisa disebut sebagai ilmu pengetahuan. Usaha dari para ahli psikologi humanistik dan psikologi positif untuk menjelaskan tingkah laku manusia seringkali berarti bahwa teori-teori tersebut tidak dapat dibuktikan salah, namun bukan berarti pula bahwa teori-teori tersebut benar adanya. Sebagai contoh, teori psikologi Adler dapat menjelaskan hampir semua tingkah laku sebagai tanda bahwa seseorang telah mengatasi perasaan inferior mereka. Sebaliknya, dengan tingkah laku yang sama juga dapat berlaku sebagai tanda bahwa seorang individu gagal mengatasi perasaan inferior. Teori tersebut sama saja mengatakan “antara akan hujan atau tidak hujan”, Sebuah teori ilmu pengetahuan yang baik seharusnya dapat disangkal dan mempunyai kekuatan untuk memprediksi (Chalmers, 1999, dalam dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Humanistic_psychology); oleh karena itu, psikologi humanistik bukanlah sebuah ilmu pengetahuan.






Psikologi humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan. Pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi, seperti : Abraham Maslow, Carl Rogers dan Clark Moustakas mendirikan sebuah asosiasi profesional yang berupaya mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang : self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat, individualitas dan sejenisnya.
Kehadiran psikologi humanistik muncul sebagai reaksi atas aliran psikoanalisis dan behaviorisme serta dipandang sebagai “kekuatan ketiga “ dalam aliran psikologi. Psikoanalisis dianggap sebagai kekuatan pertama dalam psikologi yang awal mulanya datang dari psikoanalisis ala Freud yang berusaha memahami tentang kedalaman psikis manusia yang dikombinasikan dengan kesadaran pikiran guna menghasilkan kepribadian yang sehat. Kelompok psikoanalis berkeyakinan bahwa perilaku manusia dikendalikan dan diatur oleh kekuatan tak sadar dari dalam diri.

Kekuatan psikologi yang kedua adalah behaviorisme yang dipelopori oleh Ivan Pavlov dengan hasil pemikirannya tentang refleks yang terkondisikan. Kalangan Behavioristik meyakini bahwa semua perilaku dikendalikan oleh faktor-faktor eksternal dari lingkungan.
Dalam mengembangkan teorinya, psikologi humanistik sangat memperhatikan tentang dimensi manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan menitik-beratkan pada kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya, nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan dan pemaknaan. Dalam hal ini, James Bugental (1964) mengemukakan tentang 5 (lima) dalil utama dari psikologi humanistik, yaitu: (1) keberadaan manusia tidak dapat direduksi ke dalam komponen-komponen; (2) manusia memiliki keunikan tersendiri dalam berhubungan dengan manusia lainnya; (3) manusia memiliki kesadaran akan dirinya dalam mengadakan hubungan dengan orang lain; (4) manusia memiliki pilihan-pilihan dan dapat bertanggung jawab atas pilihan-pilihanya; dan (5) manusia memiliki kesadaran dan sengaja untuk mencari makna, nilai dan kreativitas.
Terdapat beberapa ahli psikologi yang telah memberikan sumbangan pemikirannya terhadap perkembangan psikologi humanistik. Sumbangan Snyggs dan Combs (1949) dari kelompok fenomenologi yang mengkaji tentang persepsi. Dia percaya bahwa seseorang akan berperilaku sejalan dengan apa yang dipersepsinya. Menurutnya, bahwa realitas bukanlah sesuatu yang yang melekat dari kejadian itu sendiri, melainkan dari persepsinya terhadap suatu kejadian. Dari pemikiran Abraham Maslow (1950) yang memfokuskan pada kebutuhan psikologis tentang potensi-potensi yang dimiliki manusia. Hasil pemikirannya telah membantu guna memahami tentang motivasi dan aktualisasi diri seseorang, yang merupakan salah satu tujuan dalam pendidikan humanistik. Morris (1954) meyakini bahwa manusia dapat memikirkan tentang proses berfikirnya sendiri dan kemudian mempertanyakan dan mengoreksinya. Dia menyebutkan pula bahwa setiap manusia dapat memikirkan tentang perasaan-persaannya dan juga memiliki kesadaran akan dirinya. Dengan kesadaran dirinya, manusia dapat berusaha menjadi lebih baik. Carl Rogers berjasa besar dalam mengantarkan psikologi humanistik untuk dapat diaplikasian dalam pendidikan. Dia mengembangkan satu filosofi pendidikan yang menekankan pentingnya pembentukan pemaknaan personal selama berlangsungnya proses pembelajaran dengan melalui upaya menciptakan iklim emosional yang kondusif agar dapat membentuk pemaknaan personal tersebut. Dia memfokuskan pada hubungan emosional antara guru dengan siswa
Berkenaan dengan epistemiloginya, teori-teori humanistik dikembangkan lebih berdasarkan pada metode penelitian kualitatif yang menitik-beratkan pada pengalaman hidup manusia secara nyata (Aanstoos, Serlin & Greening, 2000). Kalangan humanistik beranggapan bahwa usaha mengkaji tentang mental dan perilaku manusia secara ilmiah melalui metode kuantitatif sebagai sesuatu yang salah kaprah. Tentunya hal ini merupakan kritikan terhadap kalangan kognitivisme yang mengaplikasikan metode ilmiah pendekatan kuantitatif dalam usaha mempelajari tentang psikologi.
Sebaliknya, psikologi humanistik pun mendapat kritikan bahwa teori-teorinya tidak mungkin dapat memfalsifikasi dan kurang memiliki kekuatan prediktif sehingga dianggap bukan sebagai suatu ilmu (Popper, 1969, Chalmers, 1999).
Hasil pemikiran dari psikologi humanistik banyak dimanfaatkan untuk kepentingan konseling dan terapi, salah satunya yang sangat populer adalah dari Carl Rogers dengan client-centered therapy, yang memfokuskan pada kapasitas klien untuk dapat mengarahkan diri dan memahami perkembangan dirinya, serta menekankan pentingnya sikap tulus, saling menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas konselor hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik asesmen dan pendapat para konselor bukanlah hal yang penting dalam melakukan treatment atau pemberian bantuan kepada klien.
Selain memberikan sumbangannya terhadap konseling dan terapi, psikologi humanistik juga memberikan sumbangannya bagi pendidikan alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan humanistik (humanistic education). Pendidikan humanistik berusaha mengembangkan individu secara keseluruhan melalui pembelajaran nyata. Pengembangan aspek emosional, sosial, mental, dan keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam model pendidikan humanistik ini.















Humanistik



Disusun oleh: DR. phil. Hana Panggabean

Muncul sebagai kritik terhadap pandangan tentang manusia yang mekanistik ala behaviorisme dan pesimistik ala psikoanalisa. Oleh karenanya sering disebut sebagai the third force (the first force is behaviorism, the second force is psychoanalysis).
A. Prinsip utama
• Memahami manusia sebagai suatu totalitas. Oleh karenanya sangat tidak setuju dengan usaha untuk mereduksi manusia, baik ke dalam formula S-R yang sempit dan kaku (behaviorisme) ataupun ke dalam proses fisiologis yang mekanistis. Manusia harus berkembang lebih jauh daripada sekedar memenuhi kebutuhan fisik, manusia harus mampu mengembangkan hal-hal non fisik, misalnya nilai ataupun sikap.
• Metode yang digunakan adalah life history, berusaha memahami manusia dari sejarah hidupnya sehingga muncul keunikan individual.
• Mengakui pentingnya personal freedom dan responsibility dalam proses pengambilan keputusan yang berlangsung sepanjang hidup. Tujuan hidup manusia adalah berkembang, berusaha memenuhi potensinya dan mencapai aktualitas diri. Dalam hal ini intensi dan eksistensi menjadi penting. Intensi yang menentukan eksistensi manusia
• Mind bersifat aktif, dinamis. Melalui mind, manusia mengekspresikan keunikan kemampuannya sebagai individu, terwujud dalam aspek kognisi, willing, dan judgement. Kemampuan khas manusia yang sangat dihargai adalah kreativitas. Melalui kreativitasnya, manusia mengekspresikan diri dan potensinya.
• Pandangan humanistic banyak diterapkan dalam bidang psikoterapi dan konseling. Tujuannya adalah meningkatkan pemahaman diri.

B. Tokoh
1. Carl Rogers (1902 – 1988)
• Lahir di Illinois dan sejak kecil menerima penanaman yang ketat mengenai kerja keras dan nilai agama Protestan. Kelak kedua hal ini mewarnai teori-teorinya. Setelah mempelajari teologi, ia masuk Teacher’s College di Columbia Uni, dimana banyak tokoh psikologi mengajar. Di Columbia Uni ia meraih gelar Ph.D.
• Rogers bekerja sbg psikoterapis dan dari profesinya inilah ia mengembangkan teori humanistiknya. Dalam konteks terapi, ia menemukan dan mengembangkan teknik terapi yang dikenal sebagai Client-centered Therapy. Dibandingkan teknik terapi yang ada masa itu, teknik ini adalah pembaharuan karena mengasumsikan posisi yang sejajar antara terapis dan pasien (dalam konteks ini pasien disebut klien). Hubungan terapis-klien diwarnai kehangatan, saling percaya, dan klien diberikan diperlakukan sebagai orang dewasa yang dapat mengambil keputusan sendiri dan bertanggungjawab atas keputusannya. Tugas terapis adalah membantu klien mengenali masalahnya, dirisnya sendiri sehingga akhrinya dapat menemukan solusi bagi dirinya sendiri.
• Keseluruhan pengalaman eksternal dan internal psikologis individu membentuk organisma. Organisma adalah kenyataan yang dihayati individu, dan disebut sebagai subjective reality, unik dari satu individu ke individu lainnya. Self (diri) berkembang dari organisma. Semakin koheren organisma dan self, semakin sehat pribadi tersebut dan sebaliknya.
• Sebagaimana ahli humanistic umumnya, Rogers mendasarkan teori dinamika kepribadian pada konsep aktualisasi diri. Aktualisasi diri adalah daya yang mendorong pengembangan diri dan potensi individu, sifatnya bawaan dan sudah menjadi cirri seluruh manusia. Aktualisasi diri yang mendorong manusia sampai kepada pengembangan yang optimal dan menghasilkan cirri unik manusia seperti kreativitas, inovasi, dan lain-lain.
2. Abraham Maslow (1908-1970)
Maslow dikenal dengan teori motivasinya. Teori ini mengasumsikan bahwa perkembangan psikologis manusia didorong oleh hirarki kebutuhannya, yaitu physiological needs, safety needs, love & belonging needs, esteen needs, dan self-actualization.
C. Evaluasi Humanistik
• Aliran humanistic menyumbangkan arah yang positif dan optimis bagi pengembangan potensi manusia, disebut sebagai yang mengembalikan hakikat psikologi sbg ilmu tentang manusia
• Kritik terutama diarahkan pada perspektif dan metodenya yang subyektif, dan tidak reliable.
Berlawanan dengan perkiraan para ahli yang menentangnya, aliran humanistic bertahan dan bahkan semakin banyak pengikutnya. Humanistik bahkan dapat dikatakan sebagai agama untuk sementara ahli.

No comments: